Nama : Debrina Frederica
NPM : 21111166
Kelas : 2Fa.4
Tugas : Biokimia (protein/asam amino)

 A.Konformasi Penggolongan Protein adalah :
1.Struktur Primer

Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetic

Struktur primer menyatakan urutan asam-asam amino pada rantai protein dan letak ikatan disulfida bila ada. Karena protein dapat mengandung 100 atau lebih residu asam amino sehingga sulit menggambarkan rumus bangunnya. Oleh karena itu digunakan singkatan 3 huruf untuk tiap asam amino. Misalnya: Glu – Ala – Lys – Gly – Tyr – Ala

Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.

 Struktur primer protein ditentukan oleh ikatan kovalen antara residu asam amino yang berurutan yang membentuk ikatan peptida. Urutan, macam dan jumlah asam amino yang membentuk rantai polipeptida, adalah struktur polimer protein. Untuk mengetahui struktur primer suatu protein diperlukan cara penentuan bertingkat: (1) Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri dari protein, (2) Pemutusan ikatan antara rantai polipeptida yang satu dengan yang lain, (3) Pemisahan masing-masing rantai polipeptida, dan (4) Penentuan urutan asam amino dari masing-masing rantai polipeptida dengan metodeSanger.

2.Strutur Sekunder
Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:

 o alpha helix (a-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral;
o beta-sheet (ß-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
o beta-turn, (ß-turn, "lekukan-beta"); dan
o gamma-turn, (?-turn, "lekukan-gamma”

Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).[6] Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah.

Analisis difraksi sinar-X merupakan cara yang baik untuk mempelajari struktur sekunder protein. Struktur ini terjadi karena ikatan hidrogen antara atom O dari gugus karbonil (C=O) dengan atom H dari gugus amino (N-H) dalam satu rantai polipeptida, memungkinkan terbentuknya konformasi spiral yang disebut struktur helix. Bila ikatan hidrogen tersebut terjadi antara dua rantai polipeptida, maka masing-masing rantai tidak membentuk helix, melainkan rantai paralel dengan bentuk berkelok-kelok yang disebut konformasi-ß. Rantai polipeptida denagn konformasi-ß ini dihubung silangkan (cross-linked) oleh ikatan hidrogen sehingga membentuk suatu struktur yang disebut lembaran berlipat-lipat (pleated sheets). Perenggangan rantai polipeptida membentuk struktur berkelok-kelok, yang kemudian menghasilkan konformasi lembaran berlipat-lipat diawali oleh putusnya ikatan hidrogen yang berperan dalam pemantapan struktur a-helix yang menyebabkan berubahnya struktur a–keratin menjadi ß–keratin yang dapat terjadi protein serabut pada pemanasan dengan uap.

3. Struktur Tersier
Struktur Tersier terbentuk karena adanya pelipatan membentuk struktur yang kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik.

Struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.

Struktur tersier terbentuk karena terjadinya perlipatan (folding) rantai a-helix, konformasi ß, maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk protein globular, yang struktur tiga dimensinya lebih rumit daripada protein serabut. Kemantapan struktur tersier suatu molekul protein, selain disebabkan oleh ikatan kovalen seperti ikatan peptida dan ikatan disulfida, juga oleh ikatan tak-kovalen yang menunjangnya, yaitu yang menyebebkan terjadinya perlipatan terebut. Ikatan tak-kovalen ini terjadi antara gugus rantai samping polipeptida.

4. Struktur Kuartener
Struktur Kuartener terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit. Interaksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur keempat/kuartener.Suatu protein dikatakan mempunyai struktur kuarterner bila protein terdiri atas 2 rantai polipeptida atau lebih disatukan oleh gaya dispersi (ikatan hidrogen). Protein seperti ini dinamakan oligomer, sedangkan asam amino yang menyusunnya disebut monomer.

Sebagian besar protein berbentuk globular yang mempunyai berat molekul lebih dari 50.000 merupakan suatu oligomer, yang terjadi dari beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini yang juga disebut protomer saling mengadakan interaksi membentuk struktur kuartener dari protein oligomer tersebut. Dalam proses denaturasi ini, protein oligomer mengalami dua proses bertingkat: (1) Disosiasi rantai polipeptida yang satu dari yang lainnya, dan (2) Merenggangnya sauan rantai polipeptida. Kemantapan struktur kuartener suatu protein oligomer disebaban oleh interaksi dan ikatan non kovalen yang lemah antara masing-masing sub-bagiannya. Kemampuan untuk berhimpun diri daripada beberapa sub bagian ini merupakan ciri struktur kuartener suatu protein oligomer.

B.Fungsi Protein adalah:

1. Sebagai Enzim Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau di bantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida yang sangat rumit seperti replikasi kromosom. Protein besar peranannya terhadap perubahab-perubahan kimia dalam system biologis.

2. Alat Pengangkut dan Penyimpanan Banyak molekul dengan MB kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.

3. Pengatur Pergerakan Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran.

4. Penunjang Mekanik Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebebkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut

5. Pertahanan Tubuh atau Imunisasi Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibody, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain.

6. Media Perambatan Impuls Saraf Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata

7. Pengendalian Pertumbuhan

8. Protein adalah bahan yang digunakan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh.

9. Protein juga sebagai bahan pembentuk senyawa kimia seperti enzim yang berperan penting dalam mengatur berbagai proses yang terjadi di dalam tubuh.

10. Protein dapat menjadi sumber energi

11. Pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel

12. Protein berfungsi sebagai Media perambatan impuls syaraf. Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.

 C. Cara Mengidentifikasi Protein adalah:

1. Uji Biuret
Uji biuret merupakan reaksi untuk identifikasi protein secara umum. Pada percobaan ini, ketika larutan albumin telur ditambahkan dengan beberapa tetes larutan CuSO4, terbentuk larutan yang berwarna ungu. Hal ini menunjukkan uji positif terhadap uji biuret karena terbentuknya kompleks Cu2+ dengan asam amino pada larutan albumin. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut.

Laruatan berwarna ungu yang terbentuk menunjukkan bahwa sebagian protein yang terdapat dalam larutan albumin yang diuji adalah tripeptida.Biuret dihasilkan dengan memanaskan urea pada suhu ± 180oC. Adapun reaksinya sebagai berikut. Dalam larutan basa, biuret memberikan warna ungu dengan CuSO4. Reaksi ini disebut dengan reaksi biuret, kemungkinan terbentuk kompleks Cu2+ dengan gugus C O dan N-H dari rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dan asam-asam amino (kecuali serin dan treonin) tidak memberikan uji positif.

Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida mempengaruhi warna reaksi ini. Dipeptida membentuk warna biru, tripeptida membentuk warna ungu, tetrapeptida serta peptida kompleks membentuk warna merah.

2. Pengendapan dengan Logam
Protein dapat diendapkan oleh ion-ion logam berat. Pengendapan ini terjadi karena ion-ion logam berat membentuk garam proteinat yang tidak larut dalam air. Pengendapan ini terjadi karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion logam berat dengan anion dari protein.

 Larutan albumin ditambahkan dengan larutan HgCl2 dan larutan Pb-asetat. Setelah larutan albumin ditambahkan dengan larutan HgCl2 dan larutan Pb-asetat, terbentuk endapan berwarna putih dari garam proteinat.

Larutan protein pada titik isoelektriknya memiliki kutub negatif dan positif dengan perbandingan sama. Endapan putih yang dihasilkan merupakan hasil dari reaksi penetralan muatan antara ion logam berat sebagai kation dengan molekul protein sebagai anion. Pada penambahan larutan protein dengan HgCl¬2 dan Pb-asetat, anion-anion dari HgCl¬2 dan Pb-asetat akan menyebabkan suasana larutan menjadi sedikit asam, sehingga protein akan mengkondisikan diri sebagai basa dan sebagian terdapat sebagai anion. Anion dari protein inilah yang bereaksi dengan ion logam berat membentuk garam proteinat yang tidak larut dalam air 3.

3.Pengendapan dengan Garam
Apabila terdapat garam-garam anorganik pada konsentrasi tinggi pada larutan protein, maka kelarutan protein akan berkurang sehigga akan mengakibatkan protein tersebut mengendap. Hal ini disebabkan oleh ion-ion garam berkompetisi dengan molekul-molekul protein untuk mengikat air. Karena kemampuan garam terhidrasi lebih besar daripada molekul protein, maka molekul-molekul protein akan mengendap. Protein yang diendapkan tidak mengalami perubahan kimia sehingga dapat dilarutkan kembali melalui penambahan air.

 Pengendapan protein dengan garam dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit garam amonium sulfat ke dalam larutan protein secara kontinyu sampai larutan jenuh. Pada percobaan ini, ketika ke dalam larutan protein ditambahkan garam amonium sulfat sampai jenuh, larutan protein mengendap membentuk endapan putih. Mengendapnya protein disebabkan karena adanya kompetisi antara ion-ion garam amonium dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena ion-ion dari garam amonium lebih mudah dalam mengikat air, menyebabkan kelarutan protein dalam air berkurang. Dengan penambahan garam secara kontinyu, molekul air akan keluar dari larutan dan mengendap. Proses ini disebut dengan salting out. Setelah dilakukan penyaringan, filtrat yang dihasilkan diuji dengan uji biuret. Filtrat yang dihasilkan ditambahkan dengan larutan CuSO4.

Setelah ditambahkan dengan larutan CuSO4, filtrat menunjukkan uji negatif terhadap uji biuret, filtrat yang tadinya bening tetap bening. Hal ini mengindikasikan bahwa protein dalam larutan sudah semuanya mengendap, sehingga di dalam filtrat sudah tidak ada lagi protein.

Endapan yang diperoleh dari penyaringan diuji kelarutanya dalam aquades serta diuji dengan reagen Millon.. Ketika endapan dilarutkan dalam aquades, endapan tersebut kembali terlarut. Hal ini sesuai dengan sifat alamiah endapan protein yang larut dalam air. Sedangkan ketika endapan diuji dengan reagen millon, mula-mula tidak terjadi perubahan, tetapi setelah dipanaskan, endapan berubah menjadi berwarna kemerahan. Hal ini menunjukkan uji positif terhadap uji millon. Ini berarti endapan tersebut masih mengandung asam amino. Asam amino yang terkandung adalah asam amino tirosin, karena terbentuknya endapan merah setelah ditambahkan reagen millon dan dipanaskan.

4. Uji Koagulasi
Stabilitas larutan protein ditentukan oleh struktur tersier atau strukur kwartener dari protein dalam larutan. Larutan protein pada titik isoelektriknya memiliki kutub negatif dan positif dengan perbandingan sama. Penambahan asam ke dalam larutan protein menyebabkan ion-ion H+ dari asam akan terikat pada gugus-gugus yang bermuatan negatif sehingga terjadi perubahan pengutuban dari molekul protein. Perubahan pengutuban ini menyebabkan perubahan konformasi dari protein atau rusaknya struktur tersier atau struktur kwartener protein sehingga protein mengalami koagulasi.

Pada percobaan ini dilakukan penambahan asam asetat ke dalam larutan protein. Ketika larutan protein ditambahkan dengan larutan asam asetat, tidak terjadi perubahan. Namun setelah dipanaskan terbentuk gumpalan-gumpalan putih yang menunjukkan protein telah terkoagulasi.

Terjadinya koagulasi disebabkan karena ion H+ dari CH3COOH terikat pada gugus negatif pada protein. Ketika ion H+ dari asam asetat masuk ke dalam larutan, akan mempengaruhi keseimbangan dan pengkutuban muatan dari molekul protein. Perubahan pengkutuban ini menyebabkan rusaknya konformasi alamiah protein seperti struktur tersier dan struktur kwartener protein. Rusaknya konformasi alamiah protein menyebabkan terganggunya stabilitas dari larutan protein, sehingga larutan protein mengalami koagulasi.

5. Pengendapan dengan Alkohol
Penambahan pelarut nonpolar terutama etanol , ke dalam larutan protein dapat menurunkan kelarutan protein dalam air sehingga terjadi pengendapan. Efek ini menunjukkan bahwa kelarutan protein pada pH dan kekuatan ionik tetap merupakan fungsi dari konstanta dielektrik medium. Karena konstanta dielektrik etanol lebih rendah dari konstanta dielektrik air, maka penambahan etanol ke dalam larutan protein menaikkan gaya tarik-menarik antara muatan berlawanan dan menurunkan derajat ionisasi gugus R protein. Akibatnya molekul protein cenderung beragregasi dan mengendap.

Penambahan alkohol ke dalam larutan protein akan menyebabkan berkurangnya larutan protein dalam air, sehingga akan terjadi pengendapan protein. Hal ini terjadi karena gugus –OH dari alkohol lebih kuat mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen, sehinga kelarutan protein akan berkurang.

Pada percobaan ini, dilakukan tiga uji terhadap larutan protein. Pada uji yang pertama, ke dalam larutan protein ditambahkan dengan larutan HCl. Penambahan larutan HCl ini menyebabkan larutan protein mengendap. Mengendapnya larutan protein ini disebabkan karena setelah ditambahkan dengan larutan HCl, pH larutan protein berada di bawah titik isoelektrik Pada keadaan ini kelarutan protein berada pada titik minimumnya, sehingga dengan penambahan asam kuat membuat larutan protein semakin cepat mengendap karena kelarutannya dalam air sangat berkurang. Ketika ditambahkan dengan etanol, larutan protein semakin banyak yang mengendap. Hal ini terjadi karena gugus –OH dari etanol lebih mudah terhidrasi daripada molekul protein, sehingga kelarutan protein dalam air berkurang. Pada uji yang kedua ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan protein. Penambahan NaOH ke dalam larutan protein menyebabkan pH larutan di atas pH isoelektrik sehingga kelarutan protein dalam air meningkat dan larutan tetap bening. Ketika ditambahkan dengan etanol, larutan tetap bening. Hal ini terjadi karena molekul-molekul protein yang kelarutanya telah meningkat akibat penambahan basa tidak kalah bersaing dengan gugus –OH dari etanol untuk mengikat air, sehingga molekul protein tidak mengendap dan larutan tetap bening. Pada uji yang ketiga, larutan protein ditambahkan dengan buffer asetat. Penambahan buffer asetat ini menyebabkan protein mengendap. Hal ini dikarenakan kondisi larutan berada di bawah pH isoelektrik, hal ini disebabkan karena pH buffer asetat yang sedikit asam. Pada kondisi ini kelarutan protein berada pada titik minimum, sehingga protein akan mengendap. Dengan penambahan alkohol menyebabkan protein semakin banyak yang mengendap. Ini disebabkan karena molekul protein kalah bersaing dengan gugus –OH dari etanol untuk mengikat air, sehingga molekul protein akan mengendap

6. Denaturasi Protein
Denaturasi protein merupakan perubahan struktur protein yang menyimpang dari struktur alamiahnya. Denaturasi disebabkan karena hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh rusaknya ikatan hidrigen dan gaya-gaya sekunder lain yang membutuhkan molekul itu. Akibat suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu. Penyebab terjadinya denaturasi protein adalah karena adanya perubahan suhu atau pH yang tidak terlalu ekstrem.

Pada pengujian ini dilakukan pengujian terhadap sifat alamiah protein. Pada percobaan ini dibuat tiga larutan protein, dimana pada masing-masing larutan protein tersebut ditambahkan dengan senyawa yang berbeda. Pada larutan protein I ditambahkan dengan larutan HCl 0,1 M, kemudian dipanaskan. Setelah ditambah dengan HCl dan dipanaskan tidak terjadi perubahan pada larutan protein. Hal ini terjadi karena penambahan HCl yang bersifat sebagai asam kuat menyebabkan pH larutan protein menjadi sangat asam. Pada larutan II ditambahkan dengan NaOH 0,1 N kemudian dipanaskan. Penambahan larutan NaOH ini tidak menyebabkan perubahan pada larutan protein. Hal ini disebabkan karena larutan NaOH bersifat sebagai basa kuat, sehingga terjadi perubahan pH yang sangat extrem pada larutan protein menjadi basa. Pada larutan III ditambahkan dengan buffer asetat kemudian dipanaskan. Penambahan buffer asetat dan pemanasan ini menyebabkan timbulnya endapan putih. Endapan putih yang terbentuk mengindikasikan terjadinya denaturasi protein. Denaturasi ini disebabkan karena buffer asetat sangat kuat mempertahankan pHnya pada pH 4,7 sehingga dapat merusak keseimbangan switer ion ke kondisi asam di bawah titik isoelektrik. Perubahan struktur yang diakibatkan proses denaturasi adalah perubahan konfigurasi protein a-heliks menjadi memanjang. Hal ini disebabkan karena rusaknya ikatan hidrogen dan ikatan nonpolar yang terjadi pada struktur berlipat dari protein.

7. Uji Belerang dalam Protein
Belerang dalam protein dapat dioksidasi oleh oksidator menjadi ion sulfat. Ion sulfat dalam suasana basa bereaksi dengan ion Ba2+ membentuk endapan berwarna putih.

Uji belerang dilakukan untuk menguji kandungan belerang pada larutan protein. Pada percobaan ini serbuk albumin yang berwarna kuning ditambahkan dengan reagen fushion yang berwarna putih, kemudian dipanaskan. Setelah pemanasan dihasilkan serbuk berwarna putih. Dalam proses ini terjadi reaksi oksidasi pada protein oleh reagen fushion.

 Serbuk putih yang dihasilkan dari pemanasan kemudian dilarutkan dalam air panas. Ketika serbuk tersebut dilarutkan dalam air panas terbentuk endapan bening dan endapan berwarna kekuningan. Larutan yang dihasilkan diasamkan dengan HCl kemudian dipanaskan. Ketika ditambah dengan HCl dan dipanaskan tidak terjadi perubahan pada larutan tersebut. Setelah dipanaskan larutan ditambahkan dengan BaCl2. Penambahan BaCl2 ini menyebabkan terbentuknya endapan puith dari BaSO4. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut. BaCl2 + SO42- BaSO4.

D.Cara Pemisahan Protein adalah :
1. Elektroforesis 
Cara ini didasarkan pada kecepatan bergerak yang berbeda-beda dari protein dalam medan listrik, pada pH tertentu. Ada dua cara pemisahan protein: yang pertama adalah elektroforesisi batas gerak (moving boundary electrophoresis) dengan meletakan kedua campuran dalam tabung U yang kedua ujungnya masing-masing dihubungkan dengan anoda dan katoda. Kecepatan gerak protein positif ke katoda maupun protein negatif ke anoda berbeda-beda. Perbedaan kecepatan ini akan menghasilkan batas atau lapisan dalam tabung U yang dapat dilihat dengan menggunakan cara penentuan index refraksinya. Jumlah lapisan yang terjadi menunjukan banyaknya macam protein dalam campuran. Masing-masing protein dapat dipisahkan dengan mengeluarkannya dari tabung U dengan menggunakan kran yang merupakan bagia tabung tersbut. Cara ini mempunya berbagai kekurangan, yaitu lambatnya pekerjaan, dibutuhkannya jumlah campuran protein yang banyak, penentuan indeks refraksi yang sukar, lapisan yang terjadi mudah dipengaruhi oleh getaran; cara ekedua adalah elektroforesis lajur (zone electrophoresis) sedikit campuran protein dari larutan dapat ditempatkan pada suatu matriks padat, misalnya kertas saring, jel kanji. Pergerakan protein pada matriks padat tersebut akan jelas terlihat setelah dilakukan penentuan kualitatif dengan uji warna.

2. Kromatografi
Penentuan dan pemisahan campuran protein dengan cara kromatografi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kromatografi pada umumnya yaitu dengan mempertimbangkan adanya dua fase yaitu fase gerak dan fase diam.

Metode kromatografi dapat diterapkan dengan menggunakan bangku-top peralatan HPLC kolom atau otomatis. Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase-balik, pertukaran ion atau ukuran-pengecualian metode, dan sampel terdeteksi oleh array dioda atau teknologi laser.

Kromatografi fase-balik (RPC) memisahkan protein berdasarkan hydrophobicities relatif mereka. Teknik ini sangat selektif tetapi membutuhkan penggunaan pelarut organik. Beberapa protein didenaturasi dengan pelarut secara permanen dan akan kehilangan fungsi selama RPC, karena metode ini tidak direkomendasikan untuk semua aplikasi, terutama jika diperlukan untuk protein target untuk mempertahankan aktivitas.

 • Pertukaran ion kromatografi mengacu pada pemisahan protein berdasarkan biaya. Kolom baik dapat disiapkan untuk pertukaran anion atau kation anion exchange rates kolom berisi fase diam dengan muatan positif yang menarik protein bermuatan negatif kation kolom pertukaran sebaliknya.,. Manik-manik bermuatan negatif yang menarik protein bermuatan positif. Elusi dari protein target (s) dilakukan dengan mengubah pH dalam kolom, yang menghasilkan perubahan atau netralisasi kelompok fungsional protein bermuatan masing-masing.

 • Ukuran-pengecualian kromatografi (filtrasi gel) memisahkan protein yang lebih besar dari yang kecil, karena molekul yang lebih besar perjalanan lebih cepat melalui polimer cross-linked dalam kolom kromatografi. Protein besar tidak masuk ke pori-pori polimer sedangkan protein yang lebih kecil, dan lebih lama untuk melakukan perjalanan melalui kolom kromatografi, melalui rute kurang langsung mereka. Eluat dikumpulkan dalam serangkaian tabung memisahkan protein berdasarkan waktu elusi. Filtrasi gel adalah alat yang berguna untuk berkonsentrasi sampel protein, karena protein target adalah mengumpulkan dalam volume elusi lebih kecil dari pada awalnya ditambahkan ke kolom. Teknik filtrasi yang sama dapat digunakan selama protein skala produksi besar karena efektivitas biaya mereka.

Afinitas kromatografi adalah teknik yang sangat berguna untuk "memoles" atau menyelesaikan proses pemurnian protein. Manik-manik dalam kolom kromatografi adalah cross-linked untuk ligan yang mengikat khusus untuk protein target. Protein ini kemudian dihapus dari kolom dengan berkumur dengan larutan yang mengandung ligan bebas. Metode ini umumnya memberikan hasil paling murni dan tertinggi aktivitas spesifik dibandingkan dengan teknik lain.

3. Pengandapan protein
sebagai garam Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan asam tertentu, seperti, asam trikloroasetat dan asam perkolat. Penambahan asam ini menyebabkan terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat pengendap lainnya adalah asam tungsat, fosfotungsat, dan metafosat. Protein dapat juga diendapakan dengan kation tertentu seperti Zn2+ dan Pb2+.

4. Pengendapan dengan cara perbedaan kelarutan
Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda didalam air. Variabel yang mempengaruhi kelarutan ini adalah: pertama, pengaturan protein dari campuran dengan pengaturan pH didasarkan pada harga pH isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan mengendap dari larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing-masing protein dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya dengan teknik yang disebut penendapan isoelektrik; kedua, penambahan garam didasarkan pada oengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan beberapa protein globular. Proses ini disebut salt-in, dan tidak dipengaruhi oleh garam netral, tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam lartuan. Dalam proses ini garam divalen seperti MgCl2 dan MgSO4 lebih efektif daripada garam monovalen seperti NaCl, dan KCl; ketiga, penambahan pelarut organik tertentu seperti etanol dan aseton kedalam larutan protein dalam air akan menyebebkan berkurangnya kelarutan protein, sehingga memungkinkan pengandapannya. Kejadian ini disebabkan oleh kelarutan protein yang pada pH dan kekuatan ion tertentu merupakan fungsi konstanta dielektrik daripada medium, dan adanya kecenderungan menurunnya hidratasi gugus ion dengan masuknya pelarut organik tersebut; keempat, temperatur , dalam batas-batas tertentu mempengaruhi kelarutan protein. Pada umumnya kelarutan naik pada suhu yang lebih tinggi (0o-40oC). pada suhu diatas 40oC kebanyakan protein menjadi tidak mantap dan mulai mengalami denaturasi.

Pada laboratorium yang lengkap, pemisahan protein dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu :
1. Salting out. Tiap-tiap protein berbeda sifat pengendapannya.
2. Ultra sentrifugasi. Protein dengan BM yang besar akan mengendap paling cepat.
3. Elektroforesis. Perbedaan kecepatan migrasi pada medan listrik berdasarkan IEP.
 4. Kromatografi. Perbedaan kecepatan gerak pada media berdasarkan ukuran molekul.
5. Teknik immunokimia. Antibodi tertentu akan terikat dengan antigen yang sesuai.

 Pembuatan filtrate bebas protein menurut :
1. Folin Wu
Masukkan 1 mL serum kdalam tabung sentrifuge. Tambahkan 7 mL aquadest, kemudian campur larutan. Tambahkan 1 mL Na. Tungstat 10%, campur lalu tambahkan 1 mL H2SO4 2/3 N. Campur sampai rata selama 3 menit dan diamkan selama 5 menit. Setelah itu sentrifuge selama 5 menit dan ambil filtratnya, atau dapat pula disaring dengan kertas saring. Mengambil filtrate harus hati-hati, jangan sampai endapan ikut masuk ke pipet. Cara yang lebih aman untuk mengambil filtrate adalah dengan disaring.

2. Somogy
 Masukkan 1 mL darah/serum/plasma ke dalam tabung sentrifuge. Tambahkan 7 mL aquadest, campur dengan baik agar darah haemolisis (jika yang digunakan adalah darah). Tambahkan 1 mL ZnSO4 10%, campur dengan baik dan tambahkan 1 mL NaOH 0,5N. Setelah itu, sentrifuge selama 5 menit dan ambil filtratnya. Ambil filtratnya dengan hati-hati jangan sampai keruh, atau dapat pula disaring dengan kertas saring.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Lucky Club Casino Site Review - Lucky Club Casino
Lucky Club Casino is a fully licensed online casino in Jamaica. They have a great range of slot games including slot machine games such as luckyclub.live blackjack,